Kata Flory

  • Tentang
  • Kategori
    • Experiencia
    • Reflexion
    • Commentario
    • Literatura
  • Kontak

Universitas, sebagai jenjang pendidikan tertinggi, bukanlah sekedar institusi. Universitas selama ratusan tahun telah menjadi ibu dari semua kemajuan peradaban umat manusia. Dari rahimnya, nama-nama besar pengubah zaman terlahir dan abadi tertulis dalam sejarah. Pentingnya peran universitas menjadikannya sebagai salah satu institusi yang paling berpengaruh dalam masyarakat. Begitu banyak penemuan-penemuan ‘pertama’ yang lahir dari kelas-kelas di universitas. Lalu, dimana letak universitas pertama di dunia? Bukan Oxford, Harvard, maupun Al-Azhar. Universitas pertama di dunia, secara mengejutkan, berasal dari sebuah masjid yang dibangun oleh seorang perempuan.

Pendidikan Tinggi dalam Mata Sejarah: Budha, Kristen, dan Islam

Sejak permulaan peradaban manusia, pengetahuan merupakan sesuatu yang diperjuangkan sebagai salah satu kebutuhan mendasar dalam kehidupan. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia dan pendidikan adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Sejak dalam kandungan, belajar dan pengolahan informasi merupakan proses yang terjadi secara alami. Saking alaminya proses ini, tidak dapat dipastikan kapan pendidikan dalam sejarah manusia dimulai. Setidaknya sejak zaman Aksial proses pendidikan dan produksi pengetahuan mendapatkan bentuk kelembagaan. Salah satu contoh paling awal dari lembaga pendidikan tinggi berasal dari wilayah Pakistan modern. Sekitar 30 kilometer barat laut Islamabad merupakan pusat pembelajaran Buddhis yang pernah berkembang — Taxila (dibaca Taksasila). Beberapa penulis mengklaim bahwa sistem pendidikan tinggi ada di Taxila setidaknya sejak abad ke-8 SM. Joseph Needham menyatakan bahwa “Ketika orang- orang Aleksander Agung datang ke Taxila di India pada abad ke-4 SM, mereka menemukan sebuah universitas di sana yang tidak pernah terlihat di Yunani.” Bentuk lembaga Taxila masih menjadi perdebatan. Apakah Taxila pada masa itu telah menjadi universitas sebagaimana universitas modern atau memiliki bentuk kelembagaan yang lain. Ada beberapa kesamaan antara Taxila dengan universitas modern saat ini yaitu beragamnya ilmu yang diajarkan. Ilmu-ilmu ini diajarkan di sebuah vihara mencakup filsafat Buddhis, kedokteran, hukum, dan ilmu militer.


Lembaga pembelajaran lain yang lebih tinggi di wilayah anak benua India adalah Nalanda yang terkenal di Bihar. Didirikan sekitar abad ke lima atau keenam, ia mengembangkan jaringan dengan biara-biara Buddha lainnya: Vikramashila, Jaggadala, Somapura dan Odantapura. Bersama-sama mereka berfungsi serupa dengan konsorsium universitas modern, memfasilitasi pertukaran ulama, pengetahuan, dan juga murid. Bersamaan dengan filosofi Budha tradisional, berbagai disiplin ilmu seperti kedokteran, logika dan tata bahasa diajarkan di sana. Dalam sejarah Yunani Kuno, pendidikan tinggi terkait dengan sejarah Yunani Kuno itu sendiri. Akademi, misalnya, ditutup dan dibuka kembali beberapa kali. Selama Perang Mithridatic Pertama setelah pengepungan panjang Athena, Sulla benar-benar menghapus Akademi dan Lyceum. Sejak saat itu perguruan tinggi ditutup dan dibuka berulangkali selama periode Antiquity sampai akhirnya ditutup atas perintah Kaisar Justinian I di 529. Justinianus menutup perguruan tinggi atas dasar kekhawatiran pada ajaran Pagan. Namun kematian lembaga klasik ini justru menandakan permulaan era baru. Penyebaran agama Kristen menuntut pendeta terpelajar untuk melayani berbagai kebutuhan gereja. Di bawah kondisi-kondisi ini, biara-biara dan katedral-katedral terbesar menjalankan fungsi pendidikan secara luas. Lembaga ini kemudian disebut sebagai sekolah monastik dan katedral. Sekolah yang didirikan oleh pelayan publik Roma Flavius ​​Magnus Cassiodorus pada tahun 537 di Vivarium. Cassiodorus mengembangkan kurikulum khusus studi, yang disebut Institutiones yang melibatkan teks-teks agama dan sekuler. Selama abad berikutnya, sekolah-sekolah monastik dan katedral didirikan di banyak kota abad pertengahan: Canterbury (597), Rochester (604), York (627), Beverley (700), Muenster (797), Osnabruck (804), Roskilde (980), dll. Admonitio Generalis dari Charlemagne pada tahun 789 memutuskan setiap biara mendirikan sekolah. Karena kebijakan ini, setiap kota besar memiliki sekolah monastik atau katedral. Salah satu sekolah ini dibentuk di sekitar katedral Notre Dame di Paris yang kemudian menjadi salah satu universitas pertama di Eropa.

Lembaga pendidikan tinggi dan produksi pengetahuan sering kali berasal dari rumah-rumah ibadah. Taxila dan sekolah monastik hanyalah dua dari sekian banyak contoh di seluruh dunia. Lembaga-lembaga semacam itu menjalankan berbagai fungsi. Mereka mengembangkan filsafat agama, melegitimasi dan menyebarkan keyakinan agama. Namun, terlepas dari fakta bahwa sejarah agama terkait dengan sejarah produksi pengetahuan, ada juga kepentingan sosial lainnya yang mendorong pengembangan pembelajaran yang lebih tinggi. Pada kebudayaan Islam, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Ayat pertama yang turun bagi umat Islam adalah seruan untuk membaca dan menulis dimana seruan ini adalah interpretasi sebagai seruan untuk belajar. Oleh karena itu tidak heran jika sejarah pendidikan tinggi dalam Islam begitu kaya hingga tidak mungkin rasanya menceritakan sejarah pendidikan tinggi tanpa memberikan tempat tersendiri bagi perkembangan pendidikan tinggi dalam kebudayaan Islam.

Meskipun demikian lembaga pendidikan tinggi di Timur Tengah memiliki sejarah yang mendahului sejarah Islam. Akademi Gundishapur (juga disebut sebagai Jundishapur), didirikan pada akhir zaman Kuno oleh dinasti Sassanid, adalah contoh yang sangat penting. Tanggal berdirinya yayasan akademi tidak jelas. Namun, diketahui bahwa ketika Sekolah Edessa pertama kali dibersihkan dan kemudian ditutup oleh Kaisar Zeno pada tahun 489 M, banyak dari para ulamanya dipindahkan ke Gundishapur. Pada abad ke-6, Gundishapur memperoleh reputasi yang sangat baik di seluruh abad pertengahan sebagai pusat penelitian medis yang terkemuka.  Meskipun disiplin ilmu lain juga diajarkan di Gundishapur, namun sekolah itu mengkhususkan pendidikannya terhadap ilmu medis. Pusat pembelajaran dan produksi pengetahuan di Gundishapur bertahan bahkan setelah penaklukan Islam. Tradisinya berkontribusi pada pengembangan obat Islam, yang berpuncak pada karya-karya Ibn Sina (Avicenna). Sekolah kedokteran memainkan peran penting dalam dunia Islam selama Abad Pertengahan. Namun, keilmuan Islam yang maju tidak diragukan lagi terkonsentrasi di madrasah. Di lembaga inilah berbagai disiplin ilmu dunia kuno diajarkan.

Awalnya, kurikulum madrasah difokuskan pada teologi Islam. Seiring waktu berlalu, kurikulum melebar dan menampung disiplin ilmu lain seperti filsafat, matematika, etika, logika dan hukum. Tidak semua madrasah memiliki kurikulum studi yang luas atau bahkan diajarkan di tingkat yang lebih tinggi. Madrasah-madrasah yang lebih besar, disebut Jamiah memiliki sumber daya untuk mengajar mata pelajaran yang lebih luas. Bahkan, orientasi studi universal dari beberapa jamiah, fakultas khusus, dan pemberian gelar menyebabkan beberapa ahli untuk membandingkannya secara langsung dengan universitas Eropa. Dua contoh paling terkenal dari madrasah adalah Universitas Al-Azhar di Kairo dan Universitas Al-Qarawiyyin di Fez. Al-Azhar didirikan pada abad ke-10 sementara Al-Qarawiyyin didirikan pada 859 M dan dianggap oleh beberapa orang sebagai universitas tertua di dunia. UNESCO mengakui Al-Qarawiyyin sebagai World Heritage Centre, dan rumah bagi universitas tertua di dunia mengingat fakta bahwa Al-Qarawiyyin adalah institusi pertama yang memberikan gelar akademik. Disiplin yang diajarkan di Universitas Al- Qarawiyyin cukup luas. Bersamaan dengan studi Al-Quran, termasuk filsafat, astronomi dan matematika. Di antara para guru dan muridnya adalah tokoh-tokoh penting dunia Muslim seperti Al-Idrisi, Ibnu Khaldun, Ibn al-Arabi dan Leo Africanus. Menurut Najjar, “Era keemasan Al-Qarawiyyin berada di abad 12, 13, 14 dan 15, yaitu, di bawah Almohades dan sepanjang masa pemerintahan Merinids [...] Pada masa itu universitas menarik siswa tidak hanya dari Afrika dan dunia Muslim di luar, tapi bahkan dari Eropa. ”

Al-Qarawiyyin sebagai Pelita Pendidikan Tinggi

Al-Qarawiyyin didirikan sebagai sebuah masjid, atau rumah ibadah bagi umat Islam dan didirikan melalui tanah wakaf (pemberian sukarela publik). Pada awalnya, Al- Qarawiyyin dipusatkan bagi lembaga pendidikan teologi Islam namun lama kelamaan disiplin ilmu yang diajarkanpun berkembang. Al-Qarawiyyin didirikan oleh seorang perempuan, Fatima Fihriya. Fatima adalah seorang dermawan yang menginvestasikan kekayaan dan waktunya bagi kebaikan di masa depan. Mimpi Fatima adalah mendirikan masjid terbesar di Afrika Utara. Fatima lalu menginisiasi pendirian masjid ini sekaligus mengawasi jalannya pembangunan masjid, termasuk perhitungan biaya dan pemilihan bahan-bahan bangunan. Setelah masjid besar yang diimpikannya terwujud, Fatima memperbesar visinya dan membentuk kelas-kelas belajar di masjid. Kelas-kelas inilah yang kemudian menjadi Universitas Al Qarawiyyin yang hingga kini masih beroperasi secara aktif. Universitas Al- Qarawiyyin kemudian menjadi kunci pembuka bagi peradaban di Fez.



Fatima Fihriya telah membantu transformasi Fez menjadi kota besar pusat intelektual, kultur, dan spiritual bagi dunia muslim dalam dunia barat yang didominasi oleh nasrani. Dalam beberapa dekade, Universitas Al-Qarawiyyin menjadi institusi terkemuka dalam pembelajaran, menarik banyak ilmuwan dari penjuru dunia dan mendapatkan kehormatan dari banyak ilmuwan Islam dan para Raja. Bagaikan bara api yang membara, pribadi Fatima yang peduli dengan sekitar dan kebijaksanaannya dalam menggunakan kekayaan keluarga telah memantik sebuah revolusi pendidikan termahsyur di zamannya. Dengan ini, Fatima telah membantu bangkitnya era pembelajaran dan eksplorasi dalam dunia Islam. Al-Qarawiyyin menjadi terlalu populer hingga para mahasiswa harus melalui tes masuk untuk bisa mendapatkan tempat di Al-Qarawiyyin. Al-Qarawiyyin juga menjadi salah satu jembatan penting dalam pertukaran ilmu antara dunia Islam dan Barat. Ilmuwan Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi Paus Sylvester II belajar di Al-Qarawiyyin dan memperkenalkan angka arab dan konsep Nol pada Eropa Abad Pertengahan.

Al-Qarawiyyin terus melahirkan banyak ilmuwan terkenal termasuk filsuf dan fisikawan Yahudi, Maimonides, ahli matematika dan fisikawan, Averroes, sejarawan dan filsuf Ibnu Khaldun dan pengarang terkenal, Hassan al-Wazaan atau dikenal juga sebagai Leo Africanus. Al-Qarawiyyin juga memiliki salah satu perpustakaan terbesar dan merupakan salah satu yang tertua didunia. Perpustakaan ini menyimpan setidaknya 30.000 buku termasuk Al- Qur’an dari abad ke-9 dan berbagai macam manuskrip keislaman yang telah berumur lebih dari 1.000 tahun. Faktanya, Al-Qarawiyyin masih berkembang dan berfungsi setelah satu milenium berlalu. Semua ini merupakan hasil dari ketekunan dan dedikasi Fatima Fihriya, yang meninggal pada 880 M. Atas ketekunannya, pendidikan publik yang terlembaga telah tersebar ke penjuru dunia dan menjadi penggerak kebudayaan. Visi, aspirasi, kedermawanan, dan ketulusannya telah membawa kekayaan yang tak terhingga bagi peradaban dunia. Fatima, anak perempuan dari Afrika Utara, telah menggelarkan contoh terbaik tentang bagaimana seorang manusia dapat menjadi pembuka jalan yang paling berpengaruh bagi generasi mendatang, bahkan setelah 1.000 tahun lamanya.





Sejak kecil dulu, hari lebaran adalah hari meminta maaf dan memaafkan. Setelah pagi-pagi buta mandi dan berjalan kaki ke lapangan desa, menghirup udara pegunungan dan memandang hijaunya hamparan sawah, kami semua bersembahyang. Lalu pulang ke rumah masing-masing. Sebagai orang yang menduduki garis keempat di keluarga besar, maka saya akan selalu mengantri paling belakang, berjalan dengan lutut menuju mbah buyut di pusat lingkaran. Pegal dan sakit, tentu, tapi enaknya menjadi 'si paling bontot' di keluarga besar adalah saya selalu diperlakukan sebagai 'si paling bontot' juga: mendapat uang fitrah tiap lebaran meskipun saya sudah bekerja dan selalu dipanggil 'dek' dimana-mana.

Ritual meminta maaf ini dimulai dengan yang paling tua, paling diajeni. Setelah itu minta maaf ke keluarga inti masing-masing. Begitu terus berturut hingga ke yang paling muda. Lalu hari kedua akan bersafari meminta maaf kepada keluarga besar jauh, tapi sebelumnya meminta maaf dulu kepada tetangga-tetangga, bukan tetangga saya tentunya karena saya tidak tinggal di kampung halaman ini. Meminta maaf pada teman-teman saya sendiri dilakukan kemudian, lewat telpon atau saat bertemu di kampus. Semuanya sama, meminta maaf dan memberi maaf.

Tahun ini bukan tahun-tahun biasanya. Bahkan tidak ada sembahyang beramai-ramai. Sehabis sembahyang di rumah, karena daerah tempat tinggal saya masih berstatus zona merah, kami makan ketupat dan opor. Setelah makan lalu berkumpul di ruang tamu, dengan toples-toples kue kering dan kudapan yang hanya akan dimakan sendiri, kami mulai menelpon keluarga besar satu-persatu. Saling meminta maaf dan melambaikan tangan, oh.. juga memamerkan ketupat yang dimakan bersama-sama di rumah masing-masing, melalui layar ponsel. Lalu, lebaran selesai. Keponakan saya menyalakan televisi menonton Spongebob. Saya membuka laptop, menulis.

Mana acara maaf-maafnya? Oh ya, saya lupa. Padahal itulah yang membuat saya menulis. Sebelum makan ketupat dan opor, setelah sembahyang, saya dan adik-adik bersimpuh di hadapan mama, meminta maaf. Mama saya adalah segalanya selain Asian parents twitter typical yang menganggap orangtua adalah dewa. Bukan. Mama meminta maaf atas kehidupan yang diberikannya pada kami, belum ada apa-apanya dibanding kehidupan yang sesungguhnya ingin dia berikan, katanya. Saya bahkan tidak perlu mengucapkan apa-apa selain kata 'maaf' sebelum mama sendiri yang mengatakan bahwa "Tidak apa-apa." saya dimaafkan, atas semua kesalahan dan kegagalan saya menjadi anak yang seharusnya membanggakan beliau dan mengangkat derajatnya. Saya dimaafkan. "Mama selalu bangga sama kamu,"

Sebelumnya, saya tidak pernah merasa begitu lega telah dimaafkan.



Pernyataan mama lalu mengingatkan saya pada satu orang yang tidak pernah saya pinta-pinta maafnya: diri saya sendiri.

Sudah seperempat abad, entah sudah berapa tumpuk kesalahan yang saya perbuat pada diri saya sendiri, secara lahir maupun batin. Saya mendadak merasa menjadi manusia paling jahat di dunia karena saya tidak pernah menyayangi diri saya sendiri. Jadi, hari ini saya ingin menuliskan permintaan maaf pada diri sendiri setelah bertahun-tahun ini selalu saya abaikan. Semoga dengan ini saya jadi tidak pernah lupa lagi bahwa orang paling pertama yang perlu saya maafkan sesungguhnya adalah diri saya sendiri.

Flory, kamu kumaafkan.

Untuk luka-luka perih di lutut dari latihan rollerskate setiap sore bahkan ketika hujan karena kamu bersikeras menjadi atlet seluncur es setelah acara nonton Ice Princess ramai-ramai di rumah temanmu belasan tahun silam.

Untuk kekecewaan pahit pertamamu ditolak sekolah menengah pertama impianmu di Jakarta.

Untuk keberanianmu pindah sekolah ke kota kecil yang penuh dengan kuda dan jajanan mengerikan.

Untuk kecintaanmu yang besar pada Biologi, dan usahamu menghapalkan 33 nama tulang orang dewasa, dan tetap tidak bisa masuk tim olimpiade karena "Sekolah kita sudah kebanyakan perwakilan perempuan."

Untuk dua malammu menghapalkan kronologi penyerangan kilat ke Polandia secara tekstual namun membiarkannya tak terpakai karena kamu tidak cukup percaya diri mengajukan diri ke depan kelas, jadi kamu duduk di bangkumu memandang Nirmala menjelaskan kronologi penyerangan dengan banyak detail yang tidak terjelaskan, kamu kumaafkan.

Untuk semangatmu yang membara di balik meja, mempresentasikan Perserikatan Bangsa Bangsa di kelas Kewarganegaraan. Untuk keyakinanmu selepas jam istirahat bahwa ini hidup yang kamu inginkan dan untuk keyakinan bahwa kamu bisa mencapainya, sekarang Flory, nyaris satu dekade setelahnya, kamu belum bisa dan kamu kumaafkan.

Untuk pagi dan sore yang kamu lalui berjalan berkilo-kilometer hanya untuk bisa masuk kelas dan belajar.

Untuk semua surat aplikasi yang kamu tulis dan kamu kirim dan ditolak.

Untuk waktu-waktu yang kamu habiskan menulis dan membaca ulang semua tugasmu sebelum mengumpulkannya.

Untuk semua bolak-balik dan proyek-proyek sosial yang bagimu tidak maksimal dan tidak berdampak.

Untuk kesempatan-kesempatan yang seharusnya bisa kamu dapatkan, tapi tidak, kamu kumaafkan.

Untuk orang-orang yang membencimu tanpa sebab, orang-orang yang hilang tanpa kamu tahu kenapa.

Untuk semua usaha yang kamu berikan dan tersia-sia.

Untuk membiarkan dirimu merasa bahwa kamu tidak cukup.

Untuk membiarkan dirimu dihargai begitu sedikit, begitu minimal.

Untuk membiarkan dirimu merasa bahwa kamu tidak layak mendapatkan yang kamu inginkan.

Untuk membiarkan dirimu percaya bahwa yang kamu inginkan berlebihan.

Untuk membiarkan dirimu patah walau sudah bersumpah bahwa kamu adalah wanita kuat yang tidak mudah patah.

Untuk membiarkan dirimu membutuhkan kehadiran orang lain untuk merasa baik-baik saja.

Untuk membiarkan dirimu merasakan sakit terus menerus dari orang-orang yang kamu pikir bisa berbagi kebahagiaan,

dan untuk membiarkan dirimu berpikir bahwa selama ini hanya kamu yang salah, kamu kumaafkan.

Untuk hal-hal yang belum selesai, hal-hal yang kamu juga masih tidak tahu bagaimana berjalannya, untuk hal-hal yang masih membingungkan, dan kamu benci menjadi bingung, dan untuk hal-hal yang kamu bahkan tidak punya kata untuk menjelaskannya, kamu kumaafkan.

Selamat idulfitri, Flory.

Semoga, meskipun kamu belum bisa memaafkan semua kesalahanmu, kamu hidup dengan bahagia. Selalu.



Mengapa kita selalu menuntut penjelasan?

Mendapatkan penjelasan atau memahami alasan, bagi saya, merupakan salah satu hal dasar bagi segalanya dan ternyata begitu juga bagi orang lain. Secara psikologis, hal ini adalah sebuah kewajaran. Mengetahui alasan di balik suatu kejadian tidak hanya berpengaruh terhadap emosi tetapi juga merupakan hal yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu. Yang menarik tentu saja mengetahui bagaimana alasan dapat mempengaruhi emosi kita yang kemudian akan mendorong kita dalam melakukan suatu hal.

Misalnya, ketika atasan di kantor meminta kita mengambil jatah kerja dobel di akhir pekan, kita pasti akan keberatan dan uring-uringan, mungkin. Tetapi saat kita tahu bahwa ternyata kita harus mengambil jatah kerja dobel karena salah satu rekan kerja harus pergi untuk terapi di akhir pekan, tentu kita akan dengan senang hati mengambil jatah kerja dobel itu. Terkadang, alasan saja cukup bagi kita untuk melakukan suatu hal, bahkan ketika hal tersebut tidak menyenangkan.

Saya adalah pemuja 'alasan'. Bagi saya segala hal di dunia ini harus ada alasannya. Dan harus masuk akal. Tidak mendapatkan kejelasan adalah mimpi buruk bagi saya. Kenapa tidak boleh berkendara di waktu maghrib? Kenapa tidak boleh memotong kuku di waktu malam? Kenapa saya tidak pernah diizinkan takbiran keliling bersama teman-teman?

Ketiadaan alasan yang bisa memenuhi logika adalah hal yang saya benci. Saya ingat bertahun lalu saat kuliah di kelas Politik dan Pemerintahan Islam, dosen saya terus menerus menyatakan bahwa politik islam adalah model politik terbaik bagi pemerintahan. Kenapa? Karena Islam diciptakan oleh Tuhan dan karena kita juga diciptakan oleh Tuhan, sehingga layaknya yang terbaik bagi kita juga adalah yang diciptakan dari Tuhan, bukan manusia. Tidak masuk akal. Saya ingat menulis esai untuk ujian akhir semester dengan sarkasme yang tak habis-habis di lembar ujian, ironisnya saya mendapat nilai A.

"Ada hal-hal yang ngga bisa dijelaskan sekarang."

Tentu. Dunia ini adalah, tak lain dan tak bukan, dataran penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan. Karena itu harapan saya untuk surga, salah satunya, adalah Tuhan akan memberikan semua penjelasan untuk setiap misteri yang terjadi di dunia ini. Siapa pembunuh J. F. Kennedy? Kemana perginya Amelia Earhart? Mengapa banyak kapal karam di segitiga Bermuda? Siapa sebenarnya Ir. Soekarno? Bagaimana linimasa antara nabi Adam dan Pithecanthropus Erectus bersisian?

Kecenderungan untuk selalu mendapat kejelasan akan suatu hal membuat saya menjadi orang yang terkadang menyebalkan. Sebab, tentu saja, tidak semua hal bisa dijelaskan, atau tidak semua hal saya harus tahu alasannya.

Tapi saya toh tetap mencandu penjelasan dan alasan. Dalam perihal kue dan roti, contohnya. Kenapa saya harus mencampur margarin dan mentega? Kenapa hanya putih telur yang digunakan? Kenapa adonan donat saya tidak kalis setelah diuleni selama sejam? Beberapa saya akhirnya tahu alasannya.

Margarin membuat bentuk kue menjadi kokoh, sehingga jika adonan kue kering hanya menggunakan margarin saja maka kue akan cenderung renyah namun tetap agak keras. Mentega melembutkan kue, sehingga jika adonan kue kering hanya menggunakan mentega saja maka kue akan cenderung rapuh karena terlalu lembut. Kuning telur melezatkan kue sementara putih telur mengembangkan kue, maka dari itu putih telur digunakan lebih sering saat membuat bolu dan roti. Tepung protein tinggi digunakan untuk membuat donat dan roti agar adonannya mengandung lebih banyak gluten dan bisa elastis. Tepung protein rendah digunakan untuk membuat kue kering agar adonan dapat renyah dan tidak lembek meskipun disimpan lama. Garam terkadang digunakan dalam adonan untuk mengikat kelebihan cairan. Pengocokan adonan menggunakan mixer digunakan saat membuat bolu agar bolu dapat mengembang dengan baik sementara dalam membuat kue kering pengocokan dapat dilakukan menggunakan alat biasa agar adonan tidak terlalu mengembang dan menyatu saat dipanggang di dalam oven.

Apakah itu semua benar? Saya tidak tahu karena saya belum pernah belajar teknik pangan. Tetapi penjelasan tersebut bagi saya cukup untuk kemudian kembali melanjutkan urusan pembuatan kue dan bolu menjelang lebaran.

Alasan dan penjelasan memang penting bagi manusia. Bahkan ketika penjelasan itu terkadang belum pasti atau bahkan tiada kebenarannya.




Beberapa waktu lalu, saya sedang membaca linimasa twitter ketika tidak sengaja membaca sebuah cuitan yang sangat menganggu. Bukan, bukan video manusia-manusia laknat yang menyiksa kucing itu, puji syukur Tuhan masih melindungi saya dari video keji tersebut, yang mengganggu pikiran saya adalah sebuah cuitan sederhana seorang pria yang marah-marah atas kemanjaan dan keketusan wanita yang tidak mau belajar masak dengan dalih "Kamu mencari istri atau babu?". Semalaman saya memikirkan cuitan tersebut, kepala saya terasa panas. Tidak, pemikiran dan ide yang sangat kuno tersebut tidak lagi pantas mendapatkan cukup perhatian. Sudah usang. Tidak perlu diperdebatkan.

Lalu saya ingat ratusan bahkan mungkin ribuan komentar yang menyetujui pemikiran pria tersebut, yang sayangnya juga datang dari banyak wanita.

"Iya, bingung deh, padahal kan cewek memang kodratnya begitu!"

"Suka ngga ngerti sih sama cewek yang ngatain gitu."

"Apa susahnya sih belajar masak? masa iya kalo nanti anaknya minta dimasakin juga bakalan ngomong 'emang gue babu?' kan ngga."

Semua komentar itu sebenarnya tidak menimbulkan masalah. Yang membuat kepala saya panas dan jadi kepikiran adalah kalimat yang mengikuti sesudahnya. "Kalau hanya modal ngangkang, open BO saja!", kira-kira seperti itu kalimatnya tanpa ubahan, saya coba menemukan kembali cuitannya tapi sudah tidak ada. Itulah yang membuat saya marah, apa memang bagi sebagian orang peran istri hanya terbatas pada memberikan layanan dapur dan kamar tidur? Seolah-olah, kalau hanya peran kasur yang diberikan maka wanita tidak layak menjadi istri?

Saya tidak punya masalah dengan pernyataan "Wanita harus bisa masak", sebagai manusia yang butuh makanan, tentu saja wanita harus bisa masak, pria juga harus bisa masak. Sederhananya, sebagai makhluk hidup, manusia harus bisa memasak. Kalau ternyata memang peran istri lalu secara eksklusif disematkan kepada pengurus dapur, saya juga tidak masalah. Itu masalah generasi yang terlalu lekat dan kuat untuk dipecahkan, dan terlalu trivial, peradaban kita tak akan maju kalau hanya memperdebatkan permasalahan itu. Lalu kalau ternyata ada wanita-wanita yang kemudian memilih sebagai pengurus dapur, saya juga tidak masalah. Yang masalah adalah pria yang menganggap bahwa hanya ada dua jenis wanita di dunia: si pemasak dan si pemuas.

Beberapa hari setelahnya, sebuah cuitan kembali tidak sengaja saya lihat di linimasa. Protes seorang wanita untuk all-male panel di sebuah acara fotografi. "Kok semuanya pria? mana keterwakilan wanita?" Dan tentu saja pertanyaan itu diikuti debat berkepanjangan oleh akun-akun lainnya. Debat yang kemudian berujung pada kesuksesan, kualitas, dan kesempatan yang dimiliki wanita.

Alamak, susahnya hidup menjadi wanita. Apalagi menjadi wanita yang tidak cantik. Sebentar, tidak perlu menyinggung masalah cantik, beauty privilege perlu satu pembahasan penuh tersendiri.

Alamak, susahnya hidup menjadi wanita. Ingin menjadi CEO perusahaaan teknologi besar dilempar bungkusan kertas kusut dengan tulisan "Mimpi lu, ya!". Ingin menjadi sutradara peraih penghargaan film bergengsi dicoret keluar dari karpet merah dengan tulisan "Duh, belum waktunya!" Susah sekali mau jadi wanita sukses yang kuat. Nanti pria minder. Nanti jadi perawan tua tidak laku-laku!

Ya sudah, ingin menjadi ibu rumah tangga saja supaya sesuai kodrat. Eh.. masih juga dicibir kelompok pembela keperkasaan kaum wanita. Masih juga dicibir kaum intelek ibu-ibu yang membeli sayur dari abang di gerobak beroda, "Kasihan ya itu, sudah sekolah tinggi-tinggi ke Monash eh akhirnya cuma gantiin popok bayi dan cuci kolor suami". Menjadi kuasa salah, menjadi pasrah lebih salah.

Apa memang hidup menjadi wanita begitu susahnya ya di masa modern ini? Tentu tidak, hidup menjadi wanita di jaman dulu lebih susah lagi. Wanita perlu merepotkan anggota konsil yang harus bersidang berlama-lama menentukan apakah wanita punya jiwa yang sama seperti manusia atau hanya jiwa binatang. Itu sejarah, cari saja kalau tidak percaya.

Saya belum pernah punya keinginan untuk memiliki anak perempuan. Mereka penuh drama, belum lagi harus berurusan dengan naik turun emosi pubertasnya atau harus menguliahi masalah seksual dan keperawanan dan kehormatan. Duh, nilai mana yang akan saya pakai? Ruwet, kan? Lebih baik memiliki anak laki-laki, sederhana, tidak rumit, bahkan setelah menikahpun masih akan jadi milik saya, ibunya. Hmm.. Tidak heran dulu bayi perempuan dikubur setelah dilahirkan.

Pikiran saya yang sibuk lalu tenang untuk seharian.

Sampai saya membaca sebuah cuitan lagi. Astaga.. Memang ya menjadi pengguna twitter aktif membuat pikiran kita tidak damai dan tentram, padahal saya tidak mengikuti akun-akun keributan.

Cuitan yang saya baca kali ini ternyata cuitan tepi jurang. Cuitan yang mengambil sisi tidak biasa. Cuitan yang menurut saya bagus sekali, yang sudah lama saya sadari kebenarannya tapi tentu saja, sama seperti predikat pengurus dapur wanita yang lekat, sulit diuraikan.

Cuitan tentang betapa pria juga hidup dalam pusaran ketidakadilan yang sama besarnya bagi wanita. Selalu dinilai sebagai sumber kuasa dan kekuatan, pria adalah keagungan. Pria menjalani kehidupannya lebih sulit di dunia yang lebih menyukai wanita ini. Pria tidak bisa menemukan kasih sayang dan kehormatan tanpa kesuksesan, tidak bisa dihargai sesederhana fakta bahwa ia adalah manusia. Kesuksesan dan kuasa adalah tolak ukur pria, yang tanpanya, pria bukan apa-apa.

Kasihannya hidup menjadi pria. Saya jadi kepikiran, punya anak laki-laki juga akan sama susahnya dengan punya anak perempuan. Bagaimana saya akan membuat anak laki-laki saya paham bahwa saya, ibunya, mencintai dia apapun keadaannya? Tentu sulit, tentu dia akan lebih percaya pada standar sukses yaitu bekerja sebagai direktur start-up ibukota yang ditentukan oleh anak tetangga kami. 

Kasihannya hidup menjadi pria. Saya jadi teringat dulu, saat saya masih duduk di bangku SMP dan menjadi pengurus mading, saya pernah menulis artikel dengan judul 26 Keuntungan Dilahirkan sebagai Wanita (wow, tidak menyangka saya ternyata feminis sebelum feminis itu keren). Salah satu keuntungannya adalah wanita selalu menjadi prioritas untuk diselamatkan di situasi berbahaya apapun, seperti saat tenggelamnya kapal Titanic. Aduh, padahal untuk apa diselamatkan agar tetap hidup kalau prianya tida diselamatkan juga? Kan, meminjam ide dan logika beberapa pria, wanita tidak akan bisa hidup dan makan tanpa belas kasih pria sukses.

Ya, pria harus sukses. Kalau tidak sukses, siapa yang akan membelikan rumah untuk istri dan anak-anaknya? Siapa yang akan meninggalkan warisan kepada keluarganya? Pria harus sukses. Wanita punya pilihan untuk menjadi sukses, tentu. Jika pilihannya menjadi sukses ternyata gagal, wanita akan 'dengan mudahnya' berhenti mencoba sukses dan menjadi ibu rumah tangga, menjadi pasif. Pria tidak punya pilihan tersebut. Adakah keadaan yang lebih tidak adil ketimbang tidak diberi kesempatan untuk gagal?

Awalnya, saya kagum dengan pemikiran tersebut. Wow. Kemudian, saya bingung dan terheran-heran. Kemana perginya kenangan orang-orang akan pidato luar biasa yang diberikan oleh Emma Watson enam tahun lalu? Bahwa menjadi lemah, gagal, dan sedih adalah sederhananya menjadi manusia?

Ide kesetaraan gender yang secara megahnya digaungkan dan diulangi oleh banyak orang di dunia itu kemudian juga menjadi sama pucatnya dengan gaung kebangkitan wanita, ya?

Ide Emma Watson 'He for She' ini kemudian ditantang oleh sebagian orang yang menganggap bahwa 'He and She for Us' adalah ide yang lebih baik. Tentu saja, ide-ide ini kemudian hanya menjadi ramai di masyarakat yang telah cukup maju dan kaya, yang tidak perlu memikirkan kebutuhan dasar sehari-hari, yang menjamin pendidikan berkualitas bagi sebagian warganya. Sebuah ide yang tentu, dengan ketimpangan terlalu jauh di antara komunitas-komunitas di dunia, akan menjadi kenyataan entah di berapa ratus tahun mendatang.

Lalu, apa benar tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menjadi sebenar-benarnya Wanita dan sebenar-benarnya Pria? Kemana kita harus berkiblat? Apakah kisah penciptaan Adam dan Hawa bisa menjadi rujukan peran dan kedudukan pria wanita yang sesungguhnya? Apakah orang-orang kemudian tidak akan terganggu dengan kenyataan bahwa tidak ada satupun nabi wanita? Seberapa jauh sebenarnya kesetaraan itu dapat hidup dalam kenyataan?

Dan lagi.. Sebagaimana banyak, banyak esai serta tulisan mengenai kesetaraan gender dan Pria-Wanita/Wanita-Pria yang bertebaran di muka bumi ini, cerita saya inipun juga akan berakhir dengan tanya dan tanpa kepastian.

Apakah menjadi pria dan wanita tidak memberikan kita pilihan untuk menjadi benar-benar pria dan menjadi benar-benar wanita?




catatan:
Saya melampirkan beberapa tautan yang memberikan tulisan-tulisan bagus mengenai kesetaraan gender dan pemikiran-pemikiran yang melingkupinya, bisa ditemukan di bawah ini:

Tulisan kontra Emma Watson https://time.com/3432838/emma-watson-feminism-men-women/
Standar ganda pada pria dan wanita https://illimitablemen.com/2016/11/28/ruminations-on-double-standards/
Macak, manak, masak https://tazkiaiibs.sch.id/blog/Agussetiawan/post/perempuan-jawa-sarat-nilai-nilai-budaya-jawa


Tulisan ini saya buat di masa kuliah untuk buletin digital HI UMY.

Di tulisan ini saya mengkaji teori-teori HI dari salah satu bentuk budaya pop modern yaitu film. Lebih lengkapnya the most pirated movie series of all time yang booming banget dan telah ditonton lebih dari
120 juta kali di semua platform, yaitu Game of Thrones. Phew! Kebayang kan dahsyatnya series ini. Selain banyak diminati karena adegan dewasa dan perangnya, Game of Thrones memiliki intrik politik dan perebutan kekuasaan yang menarik. Sebuah channel khusus film di YouTube, Screen Junkies, bahkan mengkategorikan Game of Thrones sebagai sebuah tayangan sejarah (hanya saja dengan naga dan penyihir lol). Intinya Game of Thrones seru abis. Weits, tapi sebagai anak HI, tentu saja kita ngga
bisa dong nonton sebuah film keren tanpa menganalisis film tersebut menggunakan kacamata HI. So, inilah 3 teori HI yang mewarnai Game of Thrones

1. Teori Pilihan Rasional
Teori Pilihan Rasional merupakan tindakan rasional dari individu atau aktor untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan tujuan tertentu dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau tujuan. Negara sebagai  aktor aktor yang rasional berusaha untuk memilih tiap pilihan alternatif untuk memaksimalkan benefit dan meminimalkan cost yang diterima. Salah satu contoh adanya pilihan rasional yaitu ketika Tyrion Lannister menghadapi pemberontakan the Sons of the Harpy di Meeren. Dalam menghadapi pemberontakan yang didanai oleh para masters di Yunkai dan Astapor tersebut ada tiga pilihan bagi
pemerintah yaitu tetap membasmi pemberontakan yang datang tanpa henti dan menimbulkan banyak korban sipil, menyerang masters di Yunkai dan Astapor yang mendanai pemberotak, atau melakukan negosiasi kepentingan dengan para masters. Pilihan yang pertama segera dicoret oleh Tyrion Lannister karena tidak mungkin untuk tetap memerangi pemberontak, akan ada terlalu banyak korban sipil dan tentara kerajaan. Sementara untuk melakukan penyerangan kepada para masters yang mendanai pemberontak juga dicoret dikarenakan adanya kemungkinan serangan balasan yang akhirnya akan merugikan kerajaan sendiri. Akhirnya dipilihlah pilihan yang ketiga yaitu menegosiasikan posisi masing- masing aktor. Para Masters di Yunkai dan Astapor akan menghentikan suplai kepada pemberontak. Sebagai gantinya, alih-alih menghapuskan perbudakan dalam waktu singkat, kerajaan akan memberikan waktu 7 tahun bagi para masters untuk memerdekakan budak-budaknya. Pilihan ini diambil sebagai pilihan yang paling rasional karena sedikit menelan korban dan memberikan kedamaian yang berkelanjutan.

2. Feminisme
Feminisme, secara garis besar, memandang hubungan internasional sebagai interaksi yang berpola patriarki dan didominasi oleh pengaturan yang lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan. 2Tidak adanya Ratu dalam sejarah kepemimpinan Westeros membuktikan teori ini. Meskipun tentu saja dengan naik tahtanya Cersei Lannister setelah kematian putra terakhirnya, Tommen Baratheon, serta kepemimpinan Daenerys Targaryen mulai mengabaikan kecenderungan ini. Ditambah dengan upaya pemberontakan Yara Greyjoy untuk mengambilalih the Salt Throne dan kemungkinan Sansa Stark menjadi the Queen in the North semakin mewarnai geliat feminis di dunia penuh kekejaman dan kematian ala Game of Thrones.

3. Dilema Keamanan
Dilema keamanan adalah suatu situasi dimana upaya peningkatan pertahanan oleh suatu pihak dalam rangka meningkatkan keamanannya justru mengancam keamanan negara/pihak lain. Dengan demikian, dilema keamanan merupakan suatu situasi zero-sum karena peningkatan suatu keamanan pihak lain mengakibatkan penurunan rasa aman pihak lain. Jon Snow dan Sansa Stark merebut kembali Winterfell dari Ramsay Bolton untuk mendapatkan keamanan bagi diri mereka. Karena selama Bolton menguasai Winterfell, para Stark tidak akan bisa hidup damai. Ketika Jon dan Sansa berhasil merebut kembali Winterfell, pasukan-pasukan lain di Utara menjadi pendukung Jon Snow. Peningkatan keamanan yang dimiliki oleh Jon dan Sansa ini akan segera didengar oleh Queen Cersei di Kingslanding dan akan dianggap sebagai ancaman serius yang dapat menyebabkan Iron Throne jatuh ketangan para Stark.

Nah, itulah beberapa teori yang bisa kita kaji dari acara nonton cantik Game of Thrones kali ini. Serial Game of Thrones yang akan kembali tayang pada season 7 di bulan Juni 2017 ini memang telah menjadi fenomena tersendiri. Sebenarnya masih ada banyak sekali teori-teori HI yang ada di dalam kisah perebutan Iron Throne.

Referensi
1 Stephen M. Waltz. Rigor or Rigor Mortiz? Rational Choice and Security Studies. 2009
2 Enloe, Cynthia. Bananas, Beaches, and Bases. 1990
3 Perwita, Anak Agung Banyu. Pengantar Kajian Strategis. 2013
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

It's a picture of somebody trying to figure things out while writing them.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Mencintaimu Sampai ke Bulan
  • Al-Qarawiyyin, Universitas Pertama di Dunia: Menyangkal Dominasi Barat dan Pria
  • Menjadi Pria dan Wanita Tidak Memberikan Kita Pilihan Untuk Menjadi Benar
  • Kuliah HI Keren, Kak!
  • Setelah 4 Season dari 13 Reasons Why
  • Pecandu Penjelasan
  • Bersamamu Aku
  • Fisika dan Filosofi: yang Saya Cerna dari Cosmos
  • Tidak Perlu Diromantisasi, Jogja (Memang) Sudah Romantis
  • Lagi, Tanpa Bosan, Menyoal Perempuan

Categories

  • Commentario 13
  • Experiencia 17
  • Literatura 5
  • Reflexión 18

Follow by Email

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Tidak Perlu Diromantisasi, Jogja (Memang) Sudah Romantis

Arsip Blog

  • Desember 2020 (2)
  • Agustus 2020 (1)
  • Juli 2020 (5)
  • Juni 2020 (6)
  • Mei 2020 (5)
  • Mei 2018 (2)
  • Juli 2016 (2)
  • Mei 2016 (1)
  • April 2016 (1)
  • Februari 2016 (5)
  • Agustus 2015 (10)
  • Maret 2015 (5)
  • Juni 2014 (5)

Postingan Populer

  • Kuliah HI Keren, Kak!
    "Kamu mau kuliah jurusan apa nanti?" "HI, Hubungan Internasional." "Karena keren ya? Ada internasionalnya." Sa...
  • Mencintaimu Sampai ke Bulan
    Saya suka sekali dengan frasa "I love you to the moon and back" dan menggunakannya secara berlebihan kepada sahabat-sahabat saya d...
  • Al-Qarawiyyin, Universitas Pertama di Dunia: Menyangkal Dominasi Barat dan Pria
    Universitas, sebagai jenjang pendidikan tertinggi, bukanlah sekedar institusi. Universitas selama ratusan tahun telah menjadi ibu dari semua...

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates