13 Desember, 2032
Dear Diary,
Hari
ini hari pertama aku masuk sekolah sebagai murid kelas dua. Aku harus
pindah dari sekolah yang lama di kelas satu dulu. Kata bunda di sekolah
baruku aku akan punya banyak teman untuk main saat istirahat. Sekolahku
yang baru ini lebih kecil dan lebih ramai dari sekolah yang lama.
Gedungnya cuma dua tingkat dan banyak penjualnya. Di sekolah yang lama
aku tidak bisa jajan saat istirahat dan harus selalu memakan bekal yang
dibawakan bunda. Bekal bunda selalu enak. Selalu ada oreo dan cha-cha
coklatnya. Tapi teman-temanku di sekolah yang lama tidak ada yang suka
cha-cha, makanya aku selalu makan bekalku di tangga depan kelas
sendirian.
Hari
ini biasa saja. Tidak ada kehebohan. Bunda membuat roti bakar dengan
selai coklat kacang kesukaanku yang disimpan di botol kaca. Selain aku
tidak ada lagi yang boleh makan selai coklat kacang itu. Bunda juga
setuju, karena di atas tutup logam botolnya ada sepotong kertas berwarna
pink dengan tulisan "puNya auRa" dan tiga gambar mahkota. Tentu saja
harus ada mahkotanya karena kata ayah tuan putri di rumah ini adalah
aku. Ayah sempat menawarkan Krystal, boneka barbie hadiah ulangtahunku
yang keenam, untuk menjadi tuan putri juga. Aku ingat memutar bola
mataku saat mengatakan, "Yah, semua orang tau di satu kerajaan cuma
boleh ada satu tuan putri. Duh!"
Entah
atas alasan apa ayah selalu tertawa tiap aku memutar bola mata. Katanya
itu membuat ia yakin bahwa aku memang anak bunda. Padahal kan jelas aku
keluar dari perut bunda (aku memutar bola mata lagi). Aku heran kenapa
bunda bisa mau sama ayah. "Ya sayang, kenapa ya?" Aku ingat bunda
melipat bibirnya dan mengerutkan kening, khas bunda saat berpikir. Bunda
lebih pintar dari ayah, itu jelas. Bunda tahu semua hal! Walaupun aku
pernah dengar bunda bilang bahwa nanti kalau aku sudah belajar
tigernometik aku akan merasa bunda tidak pintar lagi. Mana mungkin, kan?
Bunda tahu semua jenis macan di dunia ini!
Ngomong-ngomong,
setelah aku pulang sekolah aku mengerjakan tugas Bahasa Indonesia.
Setelah itu aku makan mie goreng udang yag dibuatkan bunda tadi pagi.
Saat ayah pulang sore ini, ayah membawakan aku oleh-oleh buku harian
ini. Katanya, karena aku sudah besar sekarang, aku boleh menulis buku
harian, seperti Mia Thermopolis!
Hmm..
Apa lagi? Oh, hari ini sudah selesai rasanya. Ayah dan bunda menonton
tv di ruang tengah dan aku juga mau menyusul mereka. Sampai ketemu
besok, diary!
_________________________________________________________
14 Desember 2032
Dear Diary,
Lihat kan penanggalanku sekarang tidak ada komanya? Kata bunda setelah bulan tidak perlu ada koma.
Oh
iya, hari ini di sekolah ada pelajaran olahraga dan kita harus
menemukan patner untuk teman lempar bola hari ini. Tapi tidak ada teman
kelasku yang mau panter sama 'anak baru'. Jadi, aku pura-pura sakit
perut dan diam di kelas. Karena tadi aku tidak punya parter, aku
menangis. Padahal kata bunda, kalau cengeng bukan anak bunda. Jadi hari
ini aku cuma bilang kalau di sekolah bu Mar lupa menagih tugas
matematika.
Kalau di sekolah baru aku tidak juga dapat teman, pasti bunda sedih, pasti kelas tiga nanti aku akan pindah sekolah lagi.
_________________________________________________________
15 Desember 2032
15 Desember 2032
Dear Diary,
Hari
ini aku dan bunda membereskan buku-buku lama bunda. Katanya bunda mau
aku membaca cerita tentang anak penyihir yang juga tidak punya teman dan
selalu diam di rumah, lalu penyihir kecil itu pergi ke sekolah baru dan
bertemu dua teman yang menjadi temannya sampai mereka tua! Kata bunda
cerita itu cerita yang paling bunda suka waktu kecil dulu. Bunda punya
buku-bukunya dengan sampul keras karena dulu bunda selalu ingin anaknya
(itu aku!) bisa baca cerita kesukaannya kalau sudah besar nanti.
Bunda
menemukan buku-buku penyihir cilik itu. Semuanya ada tujuh dan mereka
tebal-tebal sekali! Tapi kata bunda, bunda akan menemani aku saat
membacanya, karena kata bunda "Kamu akan butuh bimbingan profesional."
Hihihi. Aku tanya bunda katanya profesional itu artinya jago, terlatih,
jadi bisa dibilang aku pemain barbie profesional.
Oh
iya, hebatnya hari ini adalah buku-buku penyihir cilik itu bukan
satu-satunya hal menarik yang aku dan bunda temukan di gudang. Kita juga
menemukan selembar foto yang sudah lengket permukaannya terselip di
salah satu buku orangtua milik bunda. Aku sebut buku orangtua karena
tidak ada gambar di sampulnya selain tulisan besar-besar, judulnya juga
berbahasa Inggris, mana mungkin aku tahu kan bahasa inggrisku di sekolah
baru sampai 'family', bahasa inggrisku dengan bunda sih sudah sampai
'daily routine'.
Di
foto tersebut ada bunda dan dua orang perempuan lainnya. Aku bertanya
pada bunda siapa itu yang ada di foto tapi bunda tidak mau menjawab,
katanya lelah, besok saja. Jadi, besok sehabis sarapan aku akan minta
bunda menceritakan siapa perempuan-perempuan di foto itu sambil kita
berangkat ke sekolah.
_________________________________________________________
16 Desember 2032
16 Desember 2032
Dear Diary,
Bunda
awalnya tidak mau cerita. Tapi karena aku merengut dan tidak mau bicara
pada bunda selama sarapan dan perjalanan ke sekolah, akhirnya bunda
bilang bunda akan cerita kalau aku pulang sekolah membawa nilai 100 di
latihan matematika hari ini. Bunda tahu aku tidak pernah dapat nilai 100
untuk latihan matematika, jadi tentu saja aku belum tahu siapa dua
perempuan itu.
Fotonya
ada di meja belajarku sekarang (aku sedang melihatnya). Satu perempuan
tingginya sama dengan bunda. Satu lagi lebih tinggi dari bunda dan
memakai kacamata sama seperti bunda. Mereka berpelukan dan menutup mata
di dalam foto. Lucu sekali. Aku hanya pernah melihat teman berpelukan
seperti itu di dalam buku komik Applebee.
_________________________________________________________
15 Des 32
18 Desember 2032
Dear Diary,
Akhirnyaaa
bunda mau juga menceritakan siapa kedua perempuan itu. Kata bunda,
mereka adalah teman bunda. Teman yang rasanya sudah seperti saudara.
Anehnya,
bunda ternyata tidak perlu nilai 100 di matematika untuk menceritakan
cerita itu. Aku cuma perlu bertanya apa bunda punya teman yang punya
anak seumurku agar bisa aku ajak berfoto sambil berpelukan seperti di
foto itu. Aku sudah punya teman sih di sekolah, teman sebangkuku namanya
Aida. Tapi rambutnya berkutu banyak sekali. Kalau matahari sedang panas
terik, aku bisa melihat dengan jelas telur-telur yang menempel di
rambutnya jadi sebisa mungkin aku mau menambah teman lain yang bisa
kuajak berpelukan tanpa harus tertular kutu rambut.
Oh
iya, aku akan menulis cerita dari bunda besok karena hari ini hari
sabtu dan hari sabtu adalah hari 'kencan dan makan di luar' untuk ayah
dan bunda dan karena mereka sekarang punya aku jadi aku juga ikut.
Sampai ketemu besok setelah kartun Princess Meriot!
_________________________________________________________
19 Desember 2032Dear Diary,
Karena
dua hari lalu aku belajar tentang kalimat langsung dan tidak langsung
di kelas Bahasa Indonesia jadi hari ini aku mau menulis dengan banyak
kalimat langsung karena aku masih suka bingung untuk menggunakan tanda
bacanya (aku masih kesulitan membuat angka sembilan untuk tanda kutip,
pasti kebesaran).
"Nama mereka Khian dan Selena", kata bunda. Bunda mengenal mereka di sekolah saat bunda masuk kuliah dulu.
"Khian mirip sama bunda, kami sama-sama berisik, tapi juga tidak mirip."
"Seperti bunda sama Aura, ya? mirip tapi tidak mirip juga?"
"Iya, seperti bunda sama Aura."
Kata
bunda, Khian adalah perempuan yang tingginya hampir sama seperti bunda.
Wajah Khian lonjong dan Khian punya mata yang indah. Aku tahu, bahkan
di permukaan foto yang sudah belasan tahun dan lengket ini saja, sinar
mata Khian masih bisa aku lihat. Kata bunda, Khian juga cerewet. Khian
suka jajan. Khian suka sekali belanja dan berdandan. Mirip aku!
"Dulu
bunda tidak suka jalan-jalan kalau tidak ada yang perlu dibeli, tapi
karena Khian suka jalan-jalan di pusat perbelanjaan jadi bunda juga
suka"
"Jadi Khian bikin bunda boros dong?" aku bertanya,
"Hm..
Ya dan tidak. Kita dulu sering pergi ke mall tanpa beli apa-apa. Aura
tahu? Dulu bunda dan Khian pernah pergi ke mall hanya bawa uang 20
ribu."
"20 ribu? Itu uang jajanku sehari kan, bun?"
Bunda tersenyum tapi matanya tidak melihatku, mata bunda malah melihat tirai yang menutup pintu ke dapur.
"Bunda
dan Khian sama-sama perlu keramaian kalau kita sedang capek dan bosan.
Kita pernah ke mall hanya untuk beli dua donat, masing-masing satu, itu
16 ribu, sisa 4 ribu pas untuk biaya parkir. Jadi setelah beli donat,
bunda dan Khian hanya duduk di bangku panjang di lantai teratas mall dan
bisik-bisik mengomentari orang-orang yang lewat, kita ketawa sampai
kehabisan nafas."
"Bunda bisa ketawa hanya dengan melihat orang-orang lewat?"
Bunda tersenyum lagi, kali ini matanya melihatku.
"Itulah ajaibnya teman, nak. Kita bisa melakukan hal paling sederhana di dunia dan tetap bisa merasakan kebahagiaan juga."
Duh, tanganku pegal sekali. Aku akan lanjut cerita lagi besok karena cerita bunda panjang sekali. Sampai ketemu besok, diary!
_________________________________________________________
20 Desember 2032
Dear Diary,
Teman
bunda yang kedua adalah Selena. Bunda bilang Selena sama sekali tidak
seperti bunda atau Khian. Selena lembut dan tidak cerewet. Selena juga
yang paling tidak suka marah. Bunda bilang Selena hampir tidak pernah
marah, kalau kesal Selena hanya akan diam dan tidak mengatakan apa-apa.
"Selena juga suka sekali berdandan. Sebenarnya bunda bisa sedikit tahu tentang kosmetik ya karena mereka berdua."
Jari-jari
bunda yang kecil bergerak halus mengepang rambutku sepulang sekolah
tadi. Hari ini bunda melanjutkan cerita tentang Khian dan Selena, teman
baik bunda yang rasanya seperti saudara.
Bunda
bilang Selena adalah juara menenangkan. Dulu, kalau bunda punya tugas
kuliah yang susah atau bunda punya banyak kegiatan yang membuat lelah,
bunda akan pergi ke rumah Selena. Di rumah Selena ada banyak buku dan
bukan bunda namanya kalau tidak tergila-gila pada buku. Bunda sering
datang menginap di rumah Selena, membaca buku, atau membuat masakan
bersama-sama.
"Karena
Selena tidak secerewet bunda atau Khian, bunda selalu suka mengobrol
dengan Selena. Selena selalu tahu bagaimana caranya mendengarkan dengan
baik, Selena selalu tahu bagaimana merespon cerita-cerita bunda: baik
itu bunda sedang senang, bersemangat, sedih, atau kecewa."
Bunda
menambahkan pita warna ungu muda di bawah kepangan rambutku. Itu pita
baru yang kita beli saat bunda menjemput aku pulang dari sekolah tadi.
"Bunda selalu suka menginap di rumah Selena dan bicara sampai hampir pagi!"
"Memang bunda dan Selena bicara apa saja?"
"Banyak. Bicara tentang pemerintahan, tentang pernikahan, tentang cita-cita, tentang warna rambut."
"Kok bisa habis bicara cita-cita terus bicara warna rambut?"
Bunda
tertawa. Setelah mengepang, bunda mengelus rambutku. Rambutku lurus dan
halus seperti rambut bunda. Katanya dulu bunda selalu berdoa agar
rambutku mengikuti rambut ayah yang bergelombang karena perempuan lebih
cantik kalau rambutnya bergelombang tapi aku lebih suka rambutku seperti
bunda.
"Selena
adalah tipe teman yang dibutuhkan semua orang, Ra. Teman yang bisa kita
ajak bicara tentang apa saja, tidak peduli bagaimananya."
"Terus Khian sama Selena ngga akur dong, bun?"
"Kok begitu?"
"Kan Khian cerewet, Selena tidak."
"Bunda juga cerewet. Kan karena bunda dan Khian banyak bicara dan Selena tidak makanya kita bisa saling melengkapi."
"Bunda, Khian, dan Selena seperti Harry, Ron, dan Hermione dong ya? Bunda Hermione, Khian Harry, dan Ron Selena?"
Tapi
bunda tidak setuju. Katanya pertemanan mereka lebih baik daripada trio
penyihir yang sekarang masuk daftar tokoh yang kusuka itu. Bunda bilang
trio penyihir terlalu punya banyak perbedaan, akan susah untuk punya
teman yang tidak punya persamaan sama sekali.
"Tapi, trio penyihir tetap berteman sampai anak mereka besar kan, bunda? Kok aku tidak pernah dengar tentang Khian dan Selena?"
Bunda
diam. Mungkin karena kegiatan mengepang rambutku sudah selesai dan
bunda perlu masak untuk ayah sore itu. Mungkin pertemanan orang dewasa
memang begitu, mereka tidak bertemu setiap hari, tidak berbicara di
telpon atau bermain di taman. Kan mereka tidak pergi ke sekolah lagi,
mereka jadi tidak perlu telpon untuk menanyakan ada pr apa untuk besok
hari. Mungkin setelah jadi orangtua, berteman itu hanya jadi sesederhana
memiliki foto masing-masing. Karena jadi orangtua kan melelahkan!
Buktinya bunda sering ketiduran di sofa tiap menemaniku nonton Princess
Meriot. Tidak enak jadi orangtua. Untung masih lama sekali buatku untuk
bisa jadi orangtua.
Cerita
tentang Khian dan Selenanya sudah selesai, foto mereka juga sudah
diambil bunda tadi malam. Jadi, besok aku akan tanya ayah tentang teman
dekatnya. Pasti ayah juga punya teman dekat yang bisa aku tulis
ceritanya di diary ini. Sampai ketemu besok!
_________________________________________________________
15 Des 32
Aura
menemukan foto lamaku hari ini saat kita mencari buku Harry Potter di
gudang. Itu adalah foto lamaku dengan Khian dan Selena. Mereka berdua
adalah satu-satunya teman yang kupunya. Untuk waktu yang lama, temanku
hanya mereka berdua. Dan itu cukup. Tidak ada yang tidak bisa kita
lakukan saat kita bertiga. Kita sudah tumbuh terlalu sama dan terlalu
dekat untuk bisa kehilangan satu sama lain. Lalu kita berjanji berteman
sampai jadi nenek, sampai anak kita masing-masing memanggil satu sama
lain dengan sebutan auntie.
Tapi
tentu saja, dari segala yang bisa aku pelajari tentang waktu adalah
bahwa kita tumbuh dengannya. Dan terkadang kita tumbuh menjauh. Aku juga
tidak bisa memastikan dari mana mulainya kita tumbuh menjauh. Mungkin
saat Selena melanjutkan kuliah lagi ke luar negeri waktu itu. Atau saat
Khian mendapatkan pekerjaan bonafid di kota yang jauh itu. Atau saat aku
bertemu mas Bian. Atau saat aku menikah dan mereka berdua tidak bisa
datang ke kota tempat tinggalku. Atau saat mereka menikah dan sudah
terlalu canggung untuk mengundangku karena kita sudah bertahun-tahun
tidak bertemu.
Ada
banyak sekali cara kita mendapatkan teman: di sekolah, di toko buku,
menunggu antrian di stasiun. Dan hanya ada satu cara kehilangan mereka:
prasangka.
Prasangka
bahwa kita sudah sama-sama berubah, bahwa persahabatan kita dulu
terlihat seperti kelompok konyol saat remaja, bahwa satu tahun tanpa
komunikasi itu terlalu canggung untuk kembali menyapa dan menanyakan
kabar.
Mendapatkan teman memang tidak sulit tapi mendapatkan kembali teman yang pernah kita punya?
Sulit sekali.
Aku
sungguh berharap Aura bisa mengenal Khian dan Selena dengan mata
kepalanya sendiri, merasakan pelukan hangat mereka dengan tubuhnya
sendiri, mendengarkan tawa gila mereka dengan telinganya sendiri.
Dan
aku sungguh takut menceritakan Khian dan Selena pada Aura karena aku
tahu kata-kata yang meluncur dari mulutku tidak akan bisa memberikan
keadilan pada bagaimana menakjubkannya Khian dan Selena selama ini
sebagai teman, sebagai saudara.
Dan
selembar foto rusak yang lengket tidak akan bisa menggambarkan betapa
berartinya waktu-waktu yang kulalui bersama mereka: menangis maupun
tertawa.
Mereka adalah sepuluh tahun terbaik yang kupunya. Bahkan hingga sekarang.